9 Juli, Cepatlah Berlalu.

Respons: 0 komentar
Hari-hari yang ditunggu sebentar lagi akan datang dan berlalu. 9 Juli 2014. Hari yang akan menggoreskan sejarah bagi seluruh elemen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana raga ini dilahirkan, kaki ini dipijakkan dan sejarah hidup digoreskan. Hari yang amat ku nanti kehadirannya dan ku harapkan cepat berlalu, kemudian menjadi kenangan. Ku harap aku bisa mengenang hari itu dengan wajah yang berseri, dalam rangkulan pemimpin yang baru. Kepadamu pemimpin baruku, janganlah kau buat aku dan seluruh rakyatmu diam terpaku dalam tangis sendu, karena perubahan yang kau janjikan tak kunjung terwujudkan. Jadikan aku dan seluruh rakyatmu tersenyum indah berseri dalam kehidupan yang lebih nyaman.

Aku memang begitu ingin hari pemilu itu cepat berlalu, karena sudah begitu mual dengan suasana kampanye pilpres. Bukan engkau pak Prabowo-Hatta yang aku salahkan. Bukan juga engkau pak Jokowi-JK. Namun orang-orang dibelakangmu yang bersemangat memenangkanmu. Entah itu yang legal merupakan Timsesmu, atau hanya relawan, atau bahkan pihak ke tiga yang ingin berpartisipasi. Namun akupun tidak menyebut keseluruhan dari mereka, hanya sebagiannya saja.


Kalau menggunakan bahasa lagu aku ini hanya seorang Manusia bodoh, yang sedang ditawarkan dua pasangan yang harus aku pilih salah satu dari kedua itu untuk menjadi pemimpin Negaraku. Tentu aku ingin memilih yang terbaik dari kalian yang sudah baik. Namun apa daya aku hanyalah orang desa yang tiada daya dan tak mungkin mampu untuk berkenalan langsung dengan kalian. Salah satu cara yang bisa ku lakukan yakni mengenalmu melalui media. Dengan bersemangat aku begitu rajin membaca beberapa media dengan harapan informasi yang aku cari tentang kalian dapat aku temukan, awalnya. Namun seiring berjalannya waktu rasa semangat itu berubah menjadi perasaan mual. Karena ku tahu, bahwa media-media yang selama ini aku baca dan aku lihat, sudah  kehilangan netralitasnya. Tidak hanya itu, bahkan beberapa media melalui jurnalisnya sampai hati membuat berita palsu, memalsukan pernyataan tokoh-tokoh besar hanya untuk mengkatrol citra capres yang didukungnya. Aku orang awam yang baru ingin mengenal dunia jurnalistik jadi bertanya-tanya, apakah cara-cara seperti itu memang halal? kalaupun tidak, kenapa toh hal semacam itu bebas berkeliaran?

Aku agak sedikit menemukan jawaban ketika membaca tulisan Rubenstein di Kompasiana yang berjudul Eunuch Journalism. Eunuch adalah seorang pria atau anak lelaki dengan kemaluan yang tidak berfungsi atau telah dihilangkan, Jurnalisme sendiri, adalah suatu proses atau aktifitas mengoleksi, penulisan, editing, dan mempresentasikan berita atau artikel berita yang dituangkan kedalam sebuah harian dan majalah, serta radio dan televisi. Jadi Eunuch Journalism yaitu proses jurnalistik yang penekanannya pada perilaku  dan produk jurnalisme yang diperbudak atau menjadi pelayan seorang “ Master “. Sungguh, hal itulah yang membuat aku begitu mual, menjadikan bingung, kemana aku harus mencari informasi yang benar agar aku dapat memberikan penilaian untuk calon pemimpinku?

Ah, semoga setelah berlalunya 9 Juli kemualan karena itu bisa ternetralkan. Fanatisme masyarakat kalangan bawah yang menjadi korban pencitraan media dapat di uraikan. Tidak ada saling hujat, fitnah dan tipu. Media kembali bisa menjadi sarana yang mencerdaskan masyarakat dengan berita-berita yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Semoga masyarakat juga semakin bisa cerdas dan bijak, tidak menjadi korban pencitraan media berkepentingan. Sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana, sehingga bisa berpartisipasi pada perhelatan akbar Bangsa tanpa meninggalkan luka bagi saudaranya yang berbeda pilihan. Siapapun nanti yang berkuasa, nomor satu atau nomor dua, satu hal yang tidak boleh kita lupa, sila ketiga Pancasila, "Persatuan Indonesia".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Fitran Zain

Sponsored By: GratisDesigned By: Habib Blog