Menggalau karena Seni

Respons: 0 komentar
Beberapa hari terakhir ini aku begitu sering membuka-buka youtube dan nonton aksi ceramah si dalang nyentrik Sujiwo Tejo. Entah kenapa mendengar dan menyaksikan ceramahnya begitu menyenangkan. Bahasanya yang blak-blakan namun berisi. Itulah seniman, ujarku.

Ada satu pelajaran yang aku ambil dari seniman nyentrik itu, yaitu sikap apa adanya, tanpa kemunafikan, apakah memang begitu prinsip seorang seniman? Aku tidak bisa men-generalisasikan itu, karena aku belum punya wawasan yang luas mengenai seniman, walau aku juga pekerja seni. Pelajaran yang lain adalah luasnya wawasan, sehingga kata yang terucap terdasar pada ilmu pengetahuan.

Sedikit banyak, kebiasaan menonton aksi mbah Tejo on youtube mempengaruhi fikiranku. Prinsip  hidup tanpa kemunafikan, paling tidak kalimat itu yang sering dijeritkan oleh hati ini. Kebebasan, tanpa tekanan dan kepura-puraan. Berkaca bahwa diriku masih penuh dengan kepura-puraan.
Aku ingin seperti itu, hidup apa adanya, menyampaikan apa adanya, berkata dan bersikap sesuai hati nurani.

Namun, ada satu hal yang menarik perhatian dan mengundang tanya dalam hati. Mengenai kehidupan beragama seorang yang bebas. Karena mengamati pembicaraan-pembicaraan sang seniman itu aku melontarkan sebuah tuduhan yang tak tahu bagaimana kebenarannya. Sepertinya  kebanyakan seniman itu menganut pluralisme dalam beragama, memandang apapun agamanya bermuara kepada satu tujuan. Apapun agamanya jangan dijadikan soal, karena semuanya menuju kepada Tuhan. Sekali lagi itu hanya tuduhan hati ini saja, melalui sebuah pengamatan yang dangkal.

Kesimpulan curhat sore ini melalui tulisan yang abstrak ini. Aku ingin mempunyai seniman yang bebas, memiliki wawasan yang tak terbatas. Namun, aku tidak ingin menjadi pluralis dalam beragama. Aku ingin melalui kebebasan itu aku menemukan jawaban tentang apa yang sebenarnya harus aku lakukan? Aku ingin mendapatkan jawaban mengapa aku harus melakukan itu? Sehingga apa yang aku lakukan berdasarkan sebuah kesadaran, tiada alasan yang lain, tiada kemunafikan dan kepura-puraan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Fitran Zain

Sponsored By: GratisDesigned By: Habib Blog