Ada sekelebat perasaan yang bergejolak dalam hati sore ini. Perasaan yang tidak karuan setelah kedua kalinya aku menonton pertunjukan kuda lumping yang dimainkan oleh anak-anak yang masih begitu belia, dari fisiknya ku tebak mungkin mereka masih duduk di bangku SD dan SMP. Mungkin banyak yang bertanya-tanya, apanya yang salah? bukankah itu bagus? anak usia dini yang sudah bisa melestarikan budaya Indonesia. Ya, jika pertanyaannya itu pastilah jawabannya adalah bagus, putera-puteri Indonesia yang masih begitu kecil sudah pandai memainkan budaya Negeri tercinta. Apalagi aku juga orang yang mencintai dan terlibat dalam seni. Namun pertanyaannya, apakah benar, anak sekecil mereka melakukan hal itu dengan penuh kesadaran untuk menjaga dan melestarikan budaya Indonesia? Nampaknya fikiran mereka belum sampai ke arah situ. Mereka melakukan karena mereka senang.
Di satu sisi akupun menjadi orang yang meng-iyakan kegiatan mereka yang katanya apa yang mereka lakukan adalah upaya untuk melestarikan budaya, namun yang membuat diriku gusar adalah bahwa kesenian kuda lumping yang ada sudah tidak murni sebagai seni tari. Kuda lumping yang sering ku saksikan sudah melibatkan hal-hal yang ghoib. Setelah melakukan tari-tarian beberapa saat pasti dilanjutkan dengan ritual yang disini sering disebut "mendem", yaitu para pemain dirasuki oleh makhluk ghaib dan tidak bisa mengendalikan diri. Bahkan ada yang sampai memakan pecahan kaca, memakan ayam hidup-hidup, dan hal-hal aneh lainnya yang tidak masuk diakal dan khayal untuk mampu dilakukan oleh manusia normal. Disinilah muncul kegusaran dalam hati, walaupun apa anak-anak yang melakukan tari kuda lumping itu memang tidak "mendem" beneran. Mereka masih "mendem" dengan kepura-puraan atau hanya akting. Kalau masih kecil saja sudah pada bisa akting mendem, mungkin setelah dewasa nanti mereka akan mendem betulan, subhanallah.. Mengapa hal yang seperti itu lebih menarik perhatian anak-anak itu? bukankah lebih penting mereka mengaji dan belajar?
Kesenian memang harus di lestarikan, aku setuju, namun hati ini memiliki idealismenya sendiri..
Saya setuju sekali mas fitran
BalasHapusoke mas kasum...
Hapus