Hari ini, 9 April 2014, hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada hari ini dilaksanakan pemilu legislatif. Menjadi bersejarah pula untuk diriku karena inilah kali pertama aku terdaftar menjadi pemilih dalam pemilu legislatif. Pemilu pertama, memberi beberapa kesan, memunculkan beberapa tanggapan dari dalam diri ini.
Beberapa hal yang muncul dalam benakku setelah melaksanakan pemilihan ini. Banyak hal yang kurang srek rasanya mengamati dengan kecamataku sebagai masyarakat awam yang masih mambu kencur dalam hal perpolitikan.
Sampai dengan hari-H pelaksanaan pemilu ane masih belum tau siapa yang mesti dipilih. Begitu banyak calon legislatif yang ada dari sekitar 15 partai. Jangankan untuk mengenal semuanya, mengenal satu dua orangpun sulit rasanya. Walaupun ada beberapa yang tahu namun hanya sekedar tahu orangnya, tidak sampai visi misi dan kepribadiannya. Padahal ane hidup dalam lingkungan yang tidak nol politik, dan berada disekitar orang-orang yang biasa berpolitik.
Yang membuat gundah lagi ketika melihat kawan-kawan dan masyarakat sekitar yang ternyata tidak beda. Anak-anak muda yang seyogyanya bisa lebih faham dengan dinamika perpolitikan karena mereka lebih terdidik dari orang-orang tua jika dilihat dari tingkat pendidikannya. Pun mereka juga sama sekali dihadapkan dengan kebingungan karena tidak mengenal calon legislatif yang akan mereka pilih. Apalagi dengan orang tua?
Dampak yang muncul adalah sikap acuh tak acuh terhadap pemilu, tidak ada gairah bagi mereka untuk memilih. Parahnya hal itu dimanfaatkan oleh Caleg-caleg nakal yang ingin memanfaatkan situasi tersebut. Dengan iming-iming uang 20 ribu rupiah mereka datangi warga door to door untuk dirayu agar mereka memilih calon tertentu dengan memberikan uang tersebut. Alhasil, politik transaksional yang muncul.
Bagaimana bisa menghasilkan pemimpin yang berkualitas dengan sistem pemilu yang seperti ini? berapa uang yang dihamburkan dalam penyelenggaraannya? Salahkah masyarakat jika mereka memilih untuk tidak memilih? Atau memilih karena lembaran uang 20 ribu perak? bisa jadi mereka menerima uang itu bukan karena butuh, tapi berawal dari sebuah kebingungan yang termanfaatkan oleh caleg nakal untuk membeli satu bithing suara. Ah, entahlah, semoga Allah memberikan hidayahnya dan melindungi negeri ini dari kerusakan, memberikan pemimpin yang memiliki sifat sidiq, tabligh, amanah, fathanah seperti diteladankan Rasulullah Saw. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar